Total Tayangan Halaman

Minggu, 24 November 2013

Inovasi Pembelajaran Tematik


INOVASI PEMBELAJARAN TEMATIK
Pendahuluan
Sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam sistem pendidikan khususnya dalam Prinsip Pelaksanaan Kurikulum (Permendiknas No.22/2006) dinyatakan bahwa “Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.”  Selanjutnya dalam Struktur Kurikulum SD/MI secara lebih eksplisit dikemukakan bahwa:
Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut.
·         Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri… dst.
·         Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”.
·         Pembelajaran pada Kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d. VI  dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.
·         Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan  sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
·         Alokasi waktu satu jam  pembelajaran adalah 35 menit.
·         Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
(Permendiknas No.22/2006)

Pengertian Pembelajaran Tematik
Apa pembelajaran tematik itu?
Di lihat dari perkembangan psikologisnya seperti diteorikan oleh Piaget bahwa peserta didik SD/MI dengan rentang usia 6 s.d 12 tahun berada pada tingkat operasi konkrit (concrete  operation) dan awal dari operasi formal (formal operation) yang ditandai oleh kemampuan berpikir konkrit yang mengarah/mulai berkembangnya berpikir abstrak yang terbatas. Dilihat dari lingkungan kehidupannya seperti dikonsepsikan oleh Paul R. Hanna dalam model pembelajaran lingkungan semakin meluas (expanding environment), peserta didik SD/MI berada dalam lingkup komunitas dan sosial budaya, rumah, sekolah dan lingkungan sekitar (lingkungan desa sampai dengan lingkungan negara).
Dengan mempertimbangkan perkembangan psikologis dan lingkup interaksi sosial budaya peserta didik maka telah ditetapkan bahwa pelaksanaan kegiatan kurikuler di SD/MI dibagi dalam 2 penggalan. Penggalan pertama terdiri atas kelas-kelas rendah (lower primary), yakni kelas I, II dan III, dan penggalan kedua terdiri atas kelas yang lebih tinggi  (upper primary), yakni Kelas IV, V dan VI. Untuk kelas-kelas rendah kegiatan kurikuler diorganisasikan dalam bentuk pembelajaran tematik, sedangkan untuk kelas-kelas yang lebih tinggi diorganisasikan dalam bentuk pembelajaran berbasis mata pelajaran.
Tidak ada definisi tentang pembelajaran terpadu yang sama satu dengan yang lain. Jacobs (Sa’ud, 2006) memandang pembelajaran terpadu sebagai pendekatan kurikulum interdisipliner (interdisciplinary curriculum approach). Pembelajaran terpadu adalah sebuah pendekatan dalam pembelajaran sebagai suatu proses untuk mengaitkan dan mempadukan materi ajar dalam suatu mata pelajaran atau antar mata pelajaran dengan semua aspek perkembangan anak, kebutuhan dan minat anak, serta kebutuhan dan tuntutan lingkungan sosial keluarga. Pada perspektif bahasa, pembelajaran terpadu sering diartikan sebagai pendekatan tematik (thematic approach).
Pembelajaran terpadu didefinisikan sebagai proses dan strategi yang mengintegrasikan isi bahasa (membaca, menulis, berbicara, dan mendengar) dan mengkaitkannya dengan mata pelajaran yang lain. Konsep ini mengintegrasikan bahasa (language arts contents) sebagai pusat pembelajaran yang dihubungkan dengan berbagai tema atau topik pembelajaran (Sa’ud, 2006). Pembelajaran terpadu juga sering disebut pembelajaran koheren (a coherent curriculum approach), yang memandang bahwa pembelajaran terpadu merupakan pendekatan untuk mengembangkan program pembelajaran yang menyatukan dan menghubungkan berbagai program pendidikan. Definisi lain tentang pendekatan terpadu adalah pendekatan holistik (a holistic approach) yang mengkombinasikan aspek epistemologi, sosial, psikologi, dan pendekatan pedagogi untuk pendidikan anak, yaitu menghubungkan antara otak dan raga, antara pribadi dan pribadi, antara individu dan komunitas, dan antara domain-domain pengetahuan.
Sedangkan, UNESCO memberikan definisi tentang pembelajaran terpadu seperti yang dikemukakan oleh Anna Poedjadi (Karli, 2003) bahwa pengajaran terpadu terdiri dari pendekatan-pendekatan di mana konsep dan prinsip pembelajaran disajikan dalam satu paket pembelajaran sehingga tampak adanya satu kesatuan pemikiran ilmiah dan fundamental.
Secara definitif kurikulum tematik adalah kurikulum yang menggabungkan sejumlah disiplin ilmu melalui pemaduan area isi, keterampilan, dan sikap (Wolfinger, 1994:133).  Selanjutnya, Wolfinger (1994) dan Suwignyo, (1996) menjelaskan bahwa pemaduan tersebut didasarkan pada pertimbangan rasional antara lain:
1)    kebanyakan masalah dan pengalaman  termasuk di dalamnya pengalaman belajar bersifat interdisipliner;
2)    untuk memahami, mempelajari, dan memecahkannya diperlukan multiskill
3)    adanya tuntutan interaksi kolaboratif yang tinggi dalam pemecahan masalah;
4)     memudahkan siswa membuat hubungan antarskematika dan transfer pemahaman antarkonteks;
5)    demi efisiensi;
6)    adanya tuntutan keterlibatan siswa yang lebih tinggi dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran tematik terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:
1)     pembelajaran tematik dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna dan utuh;
2)     dalam pelaksanaan pembelajaran tematik perlu mempertimbangkan antara lain alokasi waktu setiap tema, memperhitungkan banyak dan sedikitnya bahan yang ada di lingkungan;
3)     usahakan pilihan tema yang terdekat dengan anak;
4)     lebih mengutamakan kompetensi dasar yang akan dicapai daripada tema (Ahman, dkk, 2004).
Prinsip-prinsip dasar pembelajaran terpadu diantaranya sebagai berikut:
  1. The hidden curriculum. Anak tidak hanya terpaku pada pernyataan, atau pokok bahasana tertentu, sangat mungkn pembelajaran yang dikembangkan memuat pesan yang “tersembunyi” penuh bagi anak.
  2. Subject in the curriculum. Perlu dipertimbangkan mana yang perlu didahulukan dalam pemilihan pokok atau topik belajar, waktu belajar, serta penilaian kemajuan.
  3. The learning environment. Lingkungan belajar di kelas memberikan kebebasan bagi anak untuk berpikir dan kreativitas
  4. Views of social world. Masyarakat sekitar membuka dan memberikan wawasan untuk pengembangan pembelajaran di sekolah
  5. Values and attitude. Anak-anak memperoleh sikap dan norma dari lingkungan masyarakat termasuk rumah, sekolah dan panutannya, baik verbal maupun non verbal.
Keuntungan Pembelajaran Tematik Bagi Guru dan Siswa
Keuntungan pembelajaran tematik bagi guru antara lain adalah sebagai berikut:
1.    Tersedia waktu lebih banyak untuk pembelajaran. Materi pelajaran tidak dibatasi oleh jam pelajaran, melainkan dapat dilanjutkan sepanjang hari, mencakup berbagai mata pelajaran.
2.    Hubungan antar mata pelajaran dan topik dapat diajarkan secara logis dan alami.
3.     Dapat ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinyu, tidak terbatas pada buku paket, jam pelajaran, atau bahkan empat dinding kelas. Guru dapat membantu siswa memperluas kesempatan belajar ke berbgai aspek kehidupan.
4.    Guru bebas membantu siswa melihat masalah, situasi, atau topik dari berbagai sudut pandang.
5.    Pengembangan masyarakat belajar terfasilitasi. Penekanan pada kompetisi bisa dikurangi dan diganti dengan kerja sama dan kolaborasi.
Keuntungan pembelajaran tematik bagi siswa antara lain adalah sebagai  berikut:
1.    Bisa lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar.
2.    Menghilangkan batas semu antar bagian-bagian kurikulum dan menyediakan pendekatan proses belajar yang integratif.
3.    Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa – yang dikaitkan dengan minat, kebutuhan, dan kecerdasan; mereka didorong untuk membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada keberhasilan belajar.
4.    Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di luar kelas.
5.    Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide, sehingga maningkatkan apresiasi dan pemahaman.
Model Pembelajaran Tematik di SD
Materi dalam  kurikulum dapat dikembangkan dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa, kesesuaian materi dengan lingkungan, atau kebutuhan lingkungan setempat. Pengembangan materi ini dapat dilakukan antara lain dengan membuat jaringan topik/tema, membuat bagan arus kegiatan, dan mengembangkan jaringan lintas kurikulum.
Menurut Fogarty (1991) dalam bukunya How To Integrate The Curricula , ada 10 macam model pembelajaran terpadu, seperti :
1.      Fragmented (penggalan), model pembelajaran ini seperti pembelajaran konvensional yang memisah-misahkan disiplin ilmu atas beberapa mata pelajaran seperti: Matematika, IPS, PKn dan lain-lain. 
2.      Connected (keterhubungan),yang dilandasi oleh anggapan bahwa butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu.      Misalnya butir-butir pembelajaran seperti kosa kata, struktur, membaca dan mengarang dapat dipayungkan kedalam mata pelajaran bahasa dan sastra indonesia.
3.      Nested (sarang), merupakan pemanduan berbagai bentuk penguasaan konsep keterampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran. Misalnya pada satu jam tertentu seorang guru memfokuskan kegiatan pembelajaran pada pemahaman tata bentuk kata, makna kata dan ungkapan dengan sarana pembuahan keterampilan dalam mengembangkan daya imajinasi, daya pikir logis, menentukan ciri bentuk dan makna kata-kata dalam puisi, membuat ungkapan dan menulis puisi
4.       Sequenced (pengurutan), merupakan model pemanduan topik-topik antar matapelajaran yang berbeda secara paralel.
5.       Shared (irisan), merupakan bentuk pemanduan pembelajaran akibat adanya overlapping konsep atau ide pada dua matapelajaran. Intinya ada mata pelajaran yang tumpang tindih misalnya pembelajaran PKn ada termasuk pada Tatanegara, PSPB dan sebagainya.
6.      Webbed (jaring laba-laba), bertolak dari pendekatan tematik sebagai pemandu bahan dan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran terpadu jaring laba-laba adalah model pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan tema tertentu yang kecendrungan dapat disampaikan melalui beberapa bidang studi
7.    Threaded (bergalur),  merupakan pendekatan pembelajaran yang ditempuh dengan cara mengembangkan gagasan pokok yang merupakan benang merah
8.    Iintegrated (terpadu), Model “integrated” merupakan model pemaduan sejumlah tema (topik) pembelajaran dari mata pelajaran yang berbeda tetapi esensinya sama dalam sebuah tema /topik tertentu. Model ini berangkat dari adanya tumpang tindih beberapa konsep, keterampilan, dan sikap yang dituntut dalam pembelajaran sehingga perlu adanya pengintegrasian multi didiplin. Dalam model ini butir-butir pembelajaran  perlu ditata sedemikian rupa hingga dapat  dimanfaatkan untuk menyampaikan berbagai butir pembelajaran dari berbagai mata pelajaran berbeda. Oleh karena itu perlu adanya tema sentral  dalam pemecahan suatu masalah yang dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu.
9.    Inmersed (terbenam). Model ini dirancang untuk membantu siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan medan pemakaiannya melalui penginegrasian semua data dari setiap bidang studi dan disiplin dengan mengkaitkan gagasan-gagasan melalui minatnya.
10.    Networked (jaringan kerja). Model ini perpaduan pembelajaran yang mengendalikan kemungkinan pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah,maupun tuntutan bentuk keterampilan baru setelah siswa mengadakan studi lapangan dalam situasi, kondisi, maupun konteks yang berbeda-beda.
Diantara model tersebut, yang paling cocok diterapkan dalam pembelajaran di sekolah dasar kelas rendah adalah model Webbed. Mengapa demikian? karena pada tahap ini siswa pada umumnya masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan, perkembangan fisiknya tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional.  Atas dasar pertimbangan tersebut, maka pengembangan model pembelajaran yang akan diuraikan di sini adalah model webbed. Sedangkan model connected dan integrated hanya akan dibahas sepintas untuk membedakan dengan model webbed.
Keunggulan dan kelemahan pembelajaran terpadu
Pembelajaran terpadu memiliki beberapa keunggulan atau kekuatan dibandiing model pembelajaran konvensional, diantaranya adalah:
  1. Mendorong guru untuk mengembangkan kreativitas. Sehingga guru dituntut untuk memiliki wawasan, pemahaman dan kreativitas tinggi karena adanya tuntutan untuk memahami keterkaitan antara satu pokok bahasan dengan pokok bahasan yang lain dari berbagai mata pelajaran
  2. Memberikan peluang bagi guru untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang utuh, menyeluruh, dinamis dan bermakna sesuai dengan keinginan dan kemampuan guru maupun kebutuhan dan kesiapan siswa. Dalam kaitan ini, pembelajaran terpadu memberikan peluang terjadinya pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tema atau pokok bahasan yang disampaikan
  3. Mempermudah dan memotivasi siswa untuk mengenal, menerima dan menyerap dan memahami keterkaitan antara konsep, pengetahuan, nilai atau tindakan yang terdapat dalam beberapa pokok bahasan.
  4. Menghemat waktu, tenaga, sarana dan prasarana, serta biaya pembelajaran, disamping menyederhanakan langkah-langkah pembelajaran.
Kelemahan dari pembelajaran terpadu:
  1. Dilihat dari aspek guru,  model ini dituntut ketersediannya peran guru yang memiliki pengetahuan dan wawasasn yang luas, kreativitas tinggi, keterampilan metodologik yang handal, kepercayaan diri dan etos akademik yang tinggi, dan berani utnuk mengemas dan mengembangkan  materi.
  2. Dilihat dari aspek siswa, pembelajaran terpadu termasuk memiliki peluang untuk pengembangan kreativitas akademik, yang menuntut kemampuan belajar siswa yang relatif, baik dalam aspek intelegensi maupun kreativitasnya.
  3. Dilihat dari aspek sarana dan prasarana atau sumber belajar, pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan berguna.
  4. Dilihat dari aspek kurikulum, pembelajaran terpadu memerlukan jenis kurikulum yang terbuka untuk pengembangan. Kurikulum harus bersifat luwes, dalam arti kurikulum yang berorientasi pada pencapaian pemahaman siswa terhadap materi ( bukan berorientasi pada penyampaian target materi)
  5. Dilihat dari sistem penilaian dan pengukurannya, pembelajaran terpadu tersebut membutuhkan sistem penilaian dan pengukuran (obyek, indikator dan prosedur) yang terpadu dalam arti sistem yang berusaha menetapkan keberhasilan belajar siswa dilihat dari beberapa matapelajaranyang terkait.
Langkah Pengembangan Disain Pembelajaran Tematik
           Bagaimana langkah-langkah  pembelajaran tematik itu?
          Setelah kita membicarakan konsep dasar pembelajaran tematik, mari kita kaji bersama langkah-langkah pembelajaran tematik. Dalam pembahasan langkah-langkah pembelajaran tematik ini akan dipaparkan tentang langkah-langkah pembelajaran tematik antarmata pelajaran di SD/MI.
Secara umum langkah-langkah menyusun pembelajaran tematik antarmata pelajaran sebagai berikut.
a.   mempelajari kompetensi dasar pada kelas dan semester yang sama dari setiap mata pelajaran;
b.   membuat/memilih tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut untuk setiap kelas dan semester;
c.    membuat  matrik atau bagan hubungan kompetensi dasar dengan tema/topik;
d.   membuat pemetaan pembelajaran tematik dalam bentuk matrik atau jaringan tema;
e.   menyusun silabus berdasarkan matrik/jaringan tema pembelajaran tematik;
f.     menyusun rencana pembelajaran tematik
          Berdasarkan langkah-langkah tersebut, kita dapat menyusun rencana pembelajaran tematik untuk siswa sekolah dasar tempat mengajar yang dituangkan dalam silabus dan rencana pembelajaran. Perlu diperhatikan bahwa dalam menyusun silabus hendaknya Anda menciptakan berbagai kegiatan sesuai dengan tuntutan kompetensi dan tema yang sudah ditetapkan. Jika ada kompetensi dasar yang tidak bisa dikaitkan dalam pembelajaran tematik hendaknya dibuat silabus tersendiri.

Penutup


Pembelajaran tematik adalah model pembelajaran yang menggunakan tema tertentu sebagai titik sentral pembelajaran yang mengakomodasikan berbagai kompetensi dasar yang harus dicapai dari satu mata pelajaran atau beberapa mata pelajaran. Sedangkan pembelajaran terpadu adalah proses pembelajaran yang mengaitkan atau menghubungkan tema atau topik yang berkaitan dalam satu mata pelajaran atau antarmata pelajaran pada suatu kurikulum sekolah.
Karakteristik model pembelajaran terpadu adalah holistik, bermakna, otentik, dan aktif. Pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu.  Karakteristik model pembelajaran terpadu adalah holistik, bermakna, otentik, dan aktif Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran  atau materi pokok yang terkait secara harmonis untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa. Dilihat dari cara memadukan konsep/materi, keterampilan, topik, dan unit tematiknya, terdapat sepuluh model atau cara merencanakan pembelajaran terpadu.
Dari kesepuluh cara tersebut ada beberapa cara atau model yang dapat dan sering digunakan dalam pembelajaran di Sekolah dasar yaitu antara lain webbed, connected, dan integrated.  Diantara ketiga model tersebut, yang paling cocok diterapkan dalam pembelajaran di sekolah dasar kelas rendah adalah model Webbed.  Model “webbed” sering disebut jaring laba-laba,  adalah model pembelajaran yang dipergunakan untuk mengajarkan tema tertentu yang berkecendrungan dapat disampaikan melalui beberapa mata pelajaran. Dalam model webbed, tema dapat dijadikan sebagai pengikat pembelajaran dalam satu mata pelajaran atau antarmata pelajaran.
          Dalam mengimplementasikan model pembelajaran tematik ini ada beberapa tahapan kegiatan yang mesti dilakukan guru yaitu tahap perencanaan, Pelaksanaan, dan Penilaian. Tahap perencanaan berkaitan dengan langkah-langkah perencanaan pembelajaran terpadu. Sedangkan tahap pelaksanaan merupakan kegiatan guru dalam membelajarkan siswa dengan menggunakan pendekatan, metode, dan pola pembelajaran tertentu yang dapat dipilah menjadi kegiatan persiapan, pembukaan, kegiatan inti, dan penutup. Tahap penilaian merupakan kegiatan guru untuk menilai proses dan hasil belajar siswa yang meliputi prosedur, jenis, bentuk, dan alat penilaian


















BAB VII
INOVASI PEMBELAJARAN QUANTUM
Pembelajaran kuantun dikembangkan oleh Bobby DePorter (1992) yang beranggapan bahwa metode belajar ini sesuai dengan cara kerja otak manusia dan cara belajar manusia pada umumnya. Dengan model superCamp yang dikembangkan bersama.
Kawan-kawannya pada awal tahun 1980 an, prinsip-prinsip dan model pembelajaran kuantum menentukan bentuknya. Dalam superCamp tersebut, kurikulum dikembangkan secara harmonis dan berisi kombinasi dari tiga unsur yaitu : keterampilan akademis(academic skills), prestasi atau tantangan fisik(physical challenge), dan keterampilan dalam hidup(life skills). Pembelajaran berdasarkan pada landasan konteks yang menyenangkan dan situasi penuh kegembiraan. Model pembelajaran kuantum dicetuskan oleh seorang pendidik kebangsaan Bulgaria Georgi Lozanov yang melakukan uji coba tentang sugesti dan pengaruhnya terhadap hasil belajar, teorinya yang terkenal disebut suggestologi. Menurut Lozanov, pada prinsipnya sugesti itu mempengaruhi hasil belajar. Teknik yang digunakan untuk memberikan sugesti positif dalam belajar diantaranya yaitu mendudukkan siswa secara nyaman, memasang musik didalam kelas atau lapangan, meningkatkan partisipasi siswa, menggunakan poster-poster dalam menyampaikan suatu informasi, dan menyediakan guru-guru yang berdidekasi tinggi.
Pembelajaran kuantum sebagai salah satu model, strategi dan pendekatan pembelajaran khususnya menyangkut keterampilan guru dalam rancang, mengembangkan, dan mengelola sistem pembelajaran sehingga guru mampu menciptakan suasana pembelajaran yang efektif, menggairahkan, dan memiliki keterampilan hidup(Kaifa, 1999). Dengan demikian model   pembelajaran kuantum ini merupakan bentuk inovasi pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada didalam dan sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa dalam belajar. Dari proses interaksi yang dilakukan mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.
Pembelajaran kuantum sebagai salah satu alternatif pembaharuan pembelajaran, menyajikan petunjuk praktis dan spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, bagaimana merancang pembelajaran, menyampaikan bahan pembelajaran, dan bagaimana menyederhanakan proses belajar sehingga memudahkan belajar siswa. Pembelajaran kuantum merupakan sebuah model yang menyajikan bentuk pembelajaran sebagai suatu “orkestrasi”yang jika dipilah dari dua unsur pokok yaitu : konteks dan isi. Konteks secara umum akan menjelaskan tentang lingkup lingkungan belajar baik ligkungan fisik maupun lingkungan psikhis sedangkan konten/isi berkenaan dengan bagaimna isi pembelajaran dikemas untuk disampaikan kepada siswa.
Pembelajaran kuantum mengkonsep tentang “menata pentas lingkungan belajar yang tepat”, maksudnya bagaimana upaya penataan situasi lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik muapun mental. Dengan mengatur lingkungan belajar sedemikian rupa, para pelajar diharapkan mendapat langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar. Lingkungan belajar terdiri dari lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro adalah tempat siswa melakukan proses belajar, bekerja dan berkreasi. Bagaimana desain ruangan, penataan cahaya, musik pengiring yang kesemuanaya ini mempengaruhi siswa dalam menyerap, menerima dan mengelola informasi. Lebih khusus lagi perhatian kepada penataan lingkungan formal, seperti meja, kursi, tempat khusus, dan tempat belajar yang teratur.
Lingkungan makro adalah dunia luas, artinya siswa diminta untuk menciptakan kondisi yang belajar dimasyarakat. Mereka diminta untuk memperluas lingkup pengaruh dan kekuatan pribadi, berinteraksi sosial dimasyarakat yang diminatinya. Semakin siswa berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir mengatasi situasi-situasi yang menantang dan semakin mudah mempelajari informasi baru. Setiap siswa diminta berhubungan secara aktif dan mendapat rangsangan masyarakat, agar mereka kelak mendapat pengalaman membangun pengetahuan pribadi (Bobby dePorter, 2002).
A.   Landasan Pembelajaran Kuantum
Istilah “Quantum” dipinjami dari dunia ilmu fisika yang berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Maksudnya dalam pembelajaran kuantum, pengubahan bermacam-macam interaksi yang terjadi dalam kegiatan belajar. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah guru dan siswa menjadi cahaya yang bemanfaat bagi kemajuan mereka dalam belajar secara efektif dan efesien. Selain itu, adanya proses pengubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya, penyertaan segala yang berkaitan, interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan moment belajar, fokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas, seluruhnya adalah hal-hal yang melandasi pembelajaran kuantum.
Ada dua konsep utama yang digunakan  dalam pembelajaran kuantum dalam mewujudkan energi guru dan siswa menjadi cahaya belajar yaitu pencepatan belajar melalui usaha segaja untuk mengikis hambatan-hambatan belajar tradisional, dan fasilitas  belajar yang berarti mempermudah belajar. Percepatan belajar dan fasilitas belajar akan mendukung azas utama yng digunakan dalam pembelajaran kuantum yaitu:”Bawalah dunia mereka kedunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Azas utama pembelajaran kuantum tersebut mengisyaratkan pentingnya seorang guru memasuki dunia atau kehidupan anak sebagai langkah awal dalam melaksanakan sebuah pembelajaran. Memahami dunia dan kehidupan anak, merupakan lisensi bagi paara guru untuk memimpin, menutun dan memudahkan perjalan siswa dalam meraih hasil belajar yang optimal. Salah satu cara yang bisa digunakan dalam hal ini misalnya mengaitkan apa yang akan diajarkan dengan pristiwa-pristiwa, fikiran atau perasaan, tindakan yang diperoleh siswa dalam baik kehidupan baik dirumah, disekolah maupun dimasyarakat. Setelah kaitan itu terbentuk, maka guru dapat memberikan pemahaman tentang materi pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan, perkembangan, dan minat bakat siswa.
Pemahaman terhadap “hakekat” siswa menjadi lebih penting sebagai “jembatan” untuk menghubugkan dan masukan “dunia kita”kepada dunia mereka. Apabila seorang guru telah memahami dunia siswa, maka siswa telah merasa diperlukan sesuai dengan tingkat perkembangan mereka, sehingga pembelajaran akan menjadi harmonisseperti sebuah “okestrasi” yang saling bertautan dan saling mengisi. Sebuah pepatah mengatakan, ajarilah, tuntun, fasilitas dan bimbinglah anak didik kalian, sesuai dengan tingkat kebutuhan dan daya fikirnya.
B.   Prinsip dan Strategi Pembelajaran Kuantum
Selain azas utama seperti dipaparkan diatas tadi, pembelajaran kuantum memiliki lima prinsip (Bobby dePorter,1992) sebagai berikut :
1.    Segalanya berbicara, maksudnya bahwa seluruh lingkungan kelas hendaknya dirancang untuk dapat membawa pesan belajar yang dapat diterima oleh siswa, ini berarti rancangan kurikulum dan rancangan pembelajaran guru, informasi, bahasa tubuh, kata-kata, tindakan, gerakan dan seluruh kondisi lingkungan haruslah dapat berbicara membawa pesan-pesan belajar bagi siswa.
2.    Segalanya bertujuan, maksudnya semua penggubahan pembelajaran tanpa terkecuali harus mempunyai tujuan-tujuan yang jelas dan terkontrol. Sumber dan fasilitas yang terlibat dalam setiap pembelajaran pada prinsipnya untuk membantu perubahan prilaku kognitif, afektif dan psikomotor.
3.    Pengalaman sebelum pemberian nama, maksudnya sebelum siswa belajar memberi nama (mendefinisikan, mengkonseptualisasi, membedakan, mengkategorikan) hendaknya telah memiliki pengalaman informasi yang terkait dengan upaya pemberian nama tersebut.
4.    Mengakui setiap usaha, maksudnya semua usaha belajar yang telah  dilakukan siswa harus memperoleh pengakuan guru dan siswa lainya. Pengakuan ini penting agar siswa selalu berani melangkah ke bagaian berikutnya dalam pembelajaran.
5.    Merayakan keberhasilan, maksudnya setiap usaha dan hasil yang diperoleh dalam pembelajaran pantas dirayakan. Perayaan ini diharapkan memberi umpan balik dan motivasi untuk kemajuan fan peningkatan hasil belajar.
Selanjutnya Bobby DePorter (1992), mengembangkan strategi pembelajaran kuantum melalui istilah TANDUR, yaitu :
1.    Tumbuhan, yaitu dengan memberikan apersepsi yang cukup sehingga sejak awal kegiatan siswa telah termotivasi untuk belajar dan memahami Apa Manfaat Bagiku (AMBAK).
2.    Alami, berikan pengalaman nyata kepada setiap siswa untuk mencoba.
3.    Namai, sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi dan metode lainnya.
4.    Demonstrasikan, sediakan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuanya.
5.    Ulangi, beri kesempatan untuk mengulangi apa yang telah dipelajarinya, sehingga setiap siswa merasakan langsung dimana kesulitan akhirnya datang kesuksesan, kami bisa bahwa kami memang bisa.
6.    Rayakan, dimaksudkan sebagai respon pangakuan yang proporsional.
C.   Model Pembelajaran Kuantum
Model pembelajaran kuantum identik dengan sebuah simponi dan petunjuk musik. Maksudnya pembelajaran kuantum, memberdayakan seluruh potensi dan lingkungan belajar yang ada, sehingga proses belajar menjadi suatu yang menyenangkan dan bukan sebagai sesuatu yang memberatkan. Untuk dapat mengarah kepada yang di maksud, ada beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan,yaitu : 1) optimalkan minat pada diri, 2) bertanggung jawab pada diri, sehingga anda akan memulai mengupayakan segalanya terlaksana, dan 3) hargailah segala tugas yang telah selesai (Howard Gardner dalam DePorter, 2002).
Tujuan pokok pembelajaran kuantum yaitu meningkatkan partisipasi siswa, melalui penggubahan keadaan, meningkatkan motivasi dan minat belajar, meningkatkan daya ingat dan meningkatkan rasa kebersamaan, meningkatkan daya dengar dan meningkatkan kehalusan prilaku. Berdasarkan  prinsip dan azas landasan pembelajaran kuantum, guru harus mampu mengorkestrasi kesuksesan belajar siswa. Dalam pembelajaran kuantum, guru itu tidak semata-mata menerjemahkan kurikulum ke dalam strategi, metode, teknik dan langkah-langkah pembelajaran, melainkan termasuk juga menterjemahkan kebutuhan nyata siswa. Untuk hal itu,  dalam pembelajaran kuantum, guru harus memiliki kemampuan untuk mengorkestrasi  konteks dan kontens. Konteks berkaitan dengan lingkungan pembelajaran, sedangkan konten berkaitan dengan isi pembelajaran.
1.    Mengorkestrasi kesuksesan belajar melalui lingkungan pembelajaran (konteks).
Dimensi konteks dalam pembelajaran kuantum dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu : suasana belajar yang menggairahkan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung dan rancangan belajar yang dinamis. Keempat bagian ini harus merupakan satu interaksi kekuatan yang mendukung percepatan belajar, dan juga merupakan kondisi yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan belajar yang optimal.
a.   Suasana belajar yang menggairahkan
Guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang memberdayakan siswa. Untuk menciptakan suasana yang dinamis dan menggairahkan dalam belajar, guru atau fasilitator perlu memahami dan dapat menerapkan aspek-aspek pembelajaran kuantum sebagai berikut :
*        Kekuatan niat dan berpandangan positif
*        Menjalin rasa simpati dan saling pengertian
*        Keriangan dan ketakjuban
*        Mau mengambil risiko
*        Menumbuhkan rasa saling memiliki
*        Menunjukkan keteladanan
Penelitian menunjukkan, bahwa suasana kelas adalah penentu psikologis utama yang mempengaruhi kegiatan belajar. Pada dasarnya kelas adalah arena belajar yang dipengaruhi oleh emosi, itu sebabnya disarankan agar guru berupaya menciptakan suasana kelas melalui keenam aspek diatas. Niat kuat seorang guru dalam mengajar ditentukan oleh pandangan positif guru dan citranya tentang kemampuan siswa. Keyakinan guru tentang potensi dan kemampuan semua siswa untuk belajar dan berprestasi akan menentukan keberhasilan siswa itu sendiri. Karena itu, aspek keteladanan mental guru berdampak besar terhadap iklim belajar dan pemikiran belajar, karena siswa memiliki perasaan dan sikap yang turut mempengaruhi proses belajar. Selain itu, guru juga dituntut untuk mengetahui karakteristik emosional siswa dapat membantu mereka mempercepat proses belajar. Guru juga harus memiliki kemampuan untuk memotivasi siswa, mengetahui dan menghargai kemampuan yang dimiliki siswa, dan melakukan penghargaan terhadap setiap upaya yang telah dilakukan oleh siswa. Penghargaan yang dimaksud, bukan hanya berupa material, tetapi dalam bentuk lain seperti pujian, menepuk pundak dsb. Guru perlu memperlakukan siswa sebagai manusia sederajat, mengetahui pikiran, perasaan dan kesukaannya mengenal hal-hal yang terjadi dalam kehidupan siswa, mengetahui apa yang menghambat memperoleh  hal-hal yang mereka inginkan, berbicara dengan jujur dan menikmati kesenangan bersama mereka.
b.   Landasan yang kukuh
Setelah menciptakan suasana yang dapat mendorong siswa untuk belajar, langkah selanjutnya yang mesti dilakukan adalah menciptakan landasan yang kukuh. Menegakkan landasan yang kukuh dalam pembelajaran kuantum dengan cara : mengkomunikasikan tujuan pembelajaran, mengukuhkan prinsip-prinsip keunggulan;menyakini kemampuan diri dan kemampuan siswa; kesepekatan; kebijakan;prosedur dan peraturan;serta menjaga komunikasi belajar tetap tumbuh dan belajar.
Penetapan landasan dapat dimulai dari penetapan tujuan. Hendaknya dalam komunikasi belajar antar pengajar dan pembelajar memiliki tujuan yang sama. Tujuan dari siswa adalah mengembangkan kecakapan dalam mata pelajaran, menjadi pelajar yang lebih baik dan berinteraksi sebagai anggota komunitas dari masyarakat belajar, dan mengembangkan kemampuan lain yang dianggap penting. Sebaliknya tujuan dari pengajar adalah menciptakan agar siswa belajar yang cakap dalam mata pelajaran yang disampaikan, lebih baik dan mampu berinteraksi dengan masyarakat belajar. Dengan adanya kesaman tujuan, maka upaya yang dilakukan akan memiliki kesamaan, sehingga ada kesesuaian antara apa yang harus dilakukan siswa dengan apa yang diinginkan guru. Kedua hal ini akan menjadi prinsip yang dikembangkan, yaitu integritas, kegagalan sebagai awal kesuksesan, bicara dengan niat yang baik, hidup saat ini, komitmen, tanggung jawab, sikap luwes dan keseimbangan (DePorter, 1999).
Landasan ini yang perlu dijelaskan adalah keyakinan terhadap kemampuan diri dan kemampuan siswa. Keyakinan atas kemampuan mengajar dan kemampuan siswa belajar akan menimbulkan hal-hal yang menakjubkan. Setiap kesepakatan, kebijakan, prosedur dan peraturan harus dilaksanakan bersama untuk memenuhi kebutuhan otak tentang struktur positif yang searah. Berdasarkan landasan diatas setiap guru diharapkan dapat menjaga komunitas belajar dan membantu siswa mengaitkan pelajaran dengan gambaran masa depan mereka.
c.    Lingkungan yang mendukung
Lingkungan kelas akan berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam memusatkan perhatian dan menyerap informasi sebayak-banyaknya. Dengan demikian, dalam pembelajaran kuantum guru memiliki kewajiban menata lingkungan yang dapat mendukung situasi dengan cara:mengorganisasikan dan memanfaatkan lingkungan sekitar, menggunakan alat bantu yang mewakili satu gagasan;pengaturan formasi siswa;pemutaran musik yang sesuai dengan kondisi belajar.
Penggunaan foster dalam lingkungan kelas dapat menampilkan materi pelajaran secara visual. Poster afirmasi dapat menguatkan dialog internal siswa. Alat bantu belajar dapat menghidupkan gagasan abstrak dan memberikan pengalaman-pengalaman langsung. Meja belajar atau bangku dan kursi harus dapat diubah-ubah agar dapat berfokus pada tugas yang dihadapi. Musik membuka kunci keadaan belajar yang optimal dan membantu menciptakan asosiasi. Pengokestrasian unsur-unsur dalam lingkungan sangat berpengaruh pada kemampuan guru untuk mengajar lebih baik.
d.   Perancangan pengajaran yang dinamis
Guru dapat memasuki dunia siswa dalam proses pembelajaran melalui perancangan pembelajaran. Disini diperlukan kemampuan guru memasuki dunia siswa baik sebelum maupun saat berlangsungnya pembelajaran dapat membawa sukses pembelajaran, karena membantu guru menyelesaikan pembelajaran lebih cepat, lebih melekat dan lebih bermakna dengan hasil belajar yang memuaskan. Pembelajaran kuantum memberikan beberapa kiat tentang cara menyesuaikan pembelajaran dengan masing-masing modalitas belajar siswa, memberikan strategi dan kiat tentang cara menjalin mitra dengan siswa, sehingga guru merancang pembelajaran bermula kelompok besar, dilanjutkan dengan belajar dalam kelompok kecil, diakhiri dengan belajar secara perorangan. Berdasarkan strategi di atas, maka kiat kerangkan perancangan pembelajaran kuantum dilaksanakan sebagai perpaduan yang singkat dengan TANDUR yakni Tumbuhan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan.
2.   Mengorkestrasi Kesuksesan Belajar Melalui Kontan/Isi
Dimensi konten/isi dalam pembelajaran kuantum dikelompokan menjadi empat bagian, dimana dua bagian mengkaji kemampuan guru dalam melakukan presentasi dan fasilitas, dua bagian lainya memberikan tip tentang kiat-kiat keterampilan belajar siswa dan keterampilan hidup. Pada bagian akhir dibahas kiat-kiat keterampilan praktek pembelajaran dengan model pembelajaran kuantum. Keempat bagaian ini harus merupakan satu interaksi yang terkait dengan dinamis konteks yang meningkatkan cahaya percepatan belajar. Hal ini merupakan  upaya dan kondisi yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan belajar yang optimal.

a.   Mengorkestrasi presentasi prima
Kemampuan guru mengorkestrasi  presentasi prima merupakan kemampuan berkomunikasi dengan menekankan interaksi sesuai dengan rancangan pembelajaran yang telah ditetapkan. Guru mengajarkan keterampilan hidup di tengah-tengah keterampilan akademis, mengembangkan aspek fisik, mental dan spiritual para siswa dengan memperhatikan  kualitas interaksi antar siswa, antar siswa dengan guru dan antar siswa dengan kurikulum. Dalam berkomunikasi dengan siswa, guru menyesuaikan  pesan atau materi pelajaran dengan modalitas utama para siswanya, karena itu guru harus menguasai prinsip-prinsip komunikasi secara visual, auditorial dan kinestetik yang diyakini sebagai jalan menuju kesuksesan belajar.
Ketika guru mengajar, memberikan pengarahan, menata konteks, memberikan umpan balik, hendaknya dilaksanakan empat prinsip komunikasi yaitu memunculkan kesan yang diinginkan, mengarahkan perhatian, bersifat mengajak dan tepat sasaran. Memunculkan kesan adalah hal penting dalam belajar karena membantu otak membuat citra tentang apa yang dipelajari melalui asosiasi. Mengarahkan fokus perhatian juga penting karena dalam komunikasi otak memiliki kemampuan menyerap banyak informasi dalam setiap waktu dari pesan-pesan yang diberikan guru. Jika guru salah mengarahkan perhatian, maka informasi penting dapat menjadi tak tersadari. Bersifat mangajak pada prinsipnya berbeda dengan prinsip perintah yang menunjukkan dominasi guru. Ajakan itu lebih menimbulkan asosiasi positif tentang kebersamaan dan kerjasama secara kolaborasi untuk menghindari asosiasi negatif  terhadap dinamika guru. Namun ajakan tersebut harus bersifat spesifik ditujukan langsung pada inti tujuan pembelajaran. Dalam berkomunikasi dengan siswa, hendaknya guru berkeyakinan bahwa berkomunikasi non verbal sama ampuhnya dengan komunikasi verbal. Komunikasi non verbal yang harus diperhatikan guru adalah kontak mata, ekspresi wajah, nada suara, gerak tubuh dan sosok (poster).
b.   Mengorkestrasi fasilitas yang elegan
Mengorkestrasi fasilitas berarti memudahkan interaksi siswa dengan kurikulum. Ini berarti juga memudahkan partisipasi siswa dalam aktivitas belajar sesuai dengan yang diinginkan dengan tingkat ketertarikan, minat, fokus dan partisipasi yang optimal. Pembelajaran kuantum menawarkan beberapa strategi untuk melakukan fasilitasi antara lain: menerapkan prinsip KEG (Know it, Explain it, Get it and give feedback), model kesuksesan dari sudut pandang fasilitator, membaca pendengar, mempengaruhi melalui tindakan, menciptakan strategi berfikir dan tanya jawab belajar. Fasilitas KEG sebagai strategi fasilitas bertujuan untuk mempertahankan siswa belajar tetap pada jalur dengan minat yang tinggi. Strategi ini dilakukan dengan : Pertama, mengetahui visi pembelajaran dan bentuk prilaku yang diharapkan dalam belajar dengan jelas. Kedua, jelaskan hasilnya melalui kounikasi. Ketiga, dapatkan hasilnya pada setiap segmen belajar dan berikan feedback yang memuaskan.
Fasilitas harus mampu mengantarkan siswa bergerak dari zona nyaman ke zona kurang nyaman dengan siswa tetap nyaman, pembelajaran kuantum di sini menghendaki : Pertama, guru harus memberikan gambaran keseluruhan pelajaran yang memungkinkan siswa mengkaitkan dengan pengalaman masa lalu dan prediksi masa depan, tumbuhan kegairahan siswa melalui rasa ingin tahunya. Kedua, berikan pengenalan pertama pelajaran melalui penggunaan multi sensori untuk merangsang multi kecerdasan siswa. Ketiga : potonglah informasi kedalam segmen-segmen yang mudah dipelajari untuk tiap segmen. Keempat, lakukan pengulangan dalam beberapa variasi untuk proses penguatan dan generalisasi serta berikan perayaan untuk setiap kesuksesan dalam setiap segmen. Jangan lupa untuk menerapkan strategi belajar dari kelompok besar ke kelompok kecil dan diakhiri dengan belajar perorangan. Fasilitas dengan membaca pendengar, berarti guru membaca keadaan siswa belajar untuk tetap mempertahankan konsentrasi belajar dengan minat optimal. Fasilitas mempengaruhi prilaku melalui tindakan dimaksudkan untuk menangkap perhatian siswa dalam belajar dan mengubah arahnya ketugas atau tujuan belajar selanjutnya. Untuk ini beberapa tindakan verbal maupun non verbal dapat dilakukan. Fasilitas menciptakan strategi berfikir bertujuan membantu siswa memudahkan belajar dilakukan dengan cara memberikan ragam pertanyaan kepada siswa dengan maksud memperoleh respon, memberikan dorongan dan menghargai serta mengakui partisipasi siswa dalam melatih keterampilan berfikir siswa. 
c.    Mengorkestrasi keterampilan belajar dan keterampilan hidup
Dalam pembelajaran kuantum, keterampilan belajar dapat membantu siswa mencapai tujuan belajar dengan efesien dan cepat, dengan tetap mempertahankan minat belajar, karena belajar dapat berlangsung secara terfokus tetapi santai. Dalam membantu siswa mengorkestrasi ketrampilan belajar, pembelajaran kuantum menekankan empat strategi berikut : memanfaatkan gaya belajar, keadaan prima untuk belajar, mengorganisasikan informasi, dan memunculkan potensi siswa. Belajar dikelas perlu memanfaatkan gaya belajar masing-masing siswa, yakni gaya belajar visual, auditorial, kinetik. Untuk mengetahui gaya belajar masing-masing siswa, guru dapat memberikan tes gaya belajar. Setelah mengetahui gaya belajar masing-masing, guru dapat menyesuaikan rancangan pembelajaran dengan gaya belajar tersebut. Gaya belajar visual akan berhasil dalam belajar jika siswa banyak membuat simbol dan gambar dalam catatannya. Siswa dengan gaya belajar visual dapat menangkap isi pelajaran dengan baik melalui membaca cepat secara keseluruhan yang membantunya mendapatkan gambaran umum. Siswa dengan gaya belajar auditorial dapat belajar melalui mendengarkan kuliah, contoh-contoh model,ceramah, ceritera dan mengulang informasi. Biasanya siswa belajar auditorial menyenangi belajar dan mendengarkan musik. Karena, mereka harus dibantu untuk menterjemahkan informasi belajar dalam bentuk lagu ynag sudah mereka kenal, siswa kinestetik menyukai proyek terapan, praktek laboratorium, demonstransi, simulai dan bermain peran.
Belajar yang optimal adalah belajar dalam keadaan prima. Kondisi prima ini dapat terjadi ketika ada kesesuaian antar gerak, tubuh, fikiran, dan perasaan dalam kondisi terfokus dan menyenangkan. Karena itu pembelajaran kuantum menyarankan strategi SLANTE dan keadaan alpha kepada siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dikelas. Strategi SLANTE merupakan singkatan dari Sit up in the chair (duduk tegak dikursi), Lean Forward (condong kedepan), Ask Question (pertanyaan), Node their hads(menganggupan pelaku), Talk to Their Teacher (berbicara dengan guru) tubuh agak condong ke depan menindikasikan tubuh dalam keadaan semangat belajar, sedangkan unsur ANT mengindikasikan partisioasi aktif siswa dalam belajar yang dapat memberi simulai kepada guru untuk lebih bergairah mengajar. Adanya upaya take and give antar guru dan siswa akan meningkatkan interaksi belajar yang dapat mengubah energi belajar lebih berbahaya. Belajar disekolah bukan semata-mata sebagai kegiatan belajar secara akademik. Siswa perlu mempelajari keterampilan hidup (life skill), dan keterampilan sosial (social skills).
BAB VIII
INOVASI PEMBELAJARAN INKUIRI
1.   Pengertian Inkuiri
Pruitt dan Underwood (dalam Wulan, 2007) mengemukakan lima kata kunci untuk menunjukkan aktivitas ilmuwan dalam mempelajari pelajaran yaitu:  observasi, bertanya, berhipotesis, menguji hipotesis dan eksplanasi. Kelima aktivitas tersebut dinyatakan sebagai metode ilmiah dan para ahli juga mengatakan sebagai proses inkuiri. Selanjutnya menurut Setiawan (2006), inkuiri adalah suatu kegiatan atau penelaahan sesuatu dengan cara mencari kesimpulan, keyakinan tertentu melalui proses berpikir dan penalaran secara teratur, runtut dan bisa diterima oleh akal. Kegiatan inkuiri dapat dilakukan secara perorangan, kelompok ataupun seluruh kelas, baik dilakukan di dalam kelas ataupun di luar kelas. Inkuiri dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti diskusi antar siswa, tanya jawab antar guru dengan siswa, dan sebagainya.
Kata inkuiri  berasal dari bahasa Inggris ”inquiry” dan menurut kamus berarti “pertanyaan” atau “penyelidikan”. Pembelajaran dengan inkuiri pertama kali dikembangkan oleh Richard Suchman tahun 1962 (dalam Joyce, 2000). Ia menginginkan agar siswa bertanya mengapa suatu peristiwa terjadi, kemudian ia mengajarkan pada siswa mengenai prosedur dan menggunakan organisasi pengetahuan dan prinsip-prinsip umum. Siswa melakukan kegiatan, mengumpulkan dan menganalisa data, sampai akhirnya siswa menemukan jawaban dari pertanyaan itu.
National Research Council (NRC, 2000) menyatakan inkuiri sebagai penggunaan dan pengembangan higher order thinking pada kegiatan kerja ilmiah. Inkuiri dibedakan dalam dua kategori yaitu inkuiri dalam arti umum dan scientific inquiry. Inkuiri dalam arti umum adalah aktivitas bertanya atau mencari tahu tentang sesuatu. Scientific inquiry merupakan aktivitas penyelidikan yang sistematis untuk menemukan dan menjelaskan hubungan di antara obyek dan kejadian. Joyce, et al (2000) mengemukakan inkuiri sebagai aktivitas eksperimental untuk menguji suatu hipotesis.
Beyer (dalam Sulistyorini, 2007) menyatakan proses inkuiri sebagai aktivitas mengumpulkan dan mengolah data atau pengalaman dengan menggunakan cara-cara yang khusus. Proses inkuiri timbul dari sikap, nilai, dan pengetahuan inkuiri. Proses inkuiri K-4 menurut (NRC, 2000) terdiri atas tahapan berikut :  (1) Mengajukan pertanyaan tentang objek, organisme dan kejadian yang ada dilingkungan, (2) Merencanakan dan melaksanakan suatu percobaan sederhana, (3) Menggunakan perlengkapan dan alat-alat  sederhana secara tepat dalam mengumpulkan dan penggunaan data, (4) Menggunakan data untuk membuat suatu penjelasan, dan (5) Mengkomunikasikan hasil pengamatan penelitian
Berkenaan dengan pengertian proses inkuiri yang telah diuraikan, terdapat dua pendapat tentang proses inkuiri. Pendapat pertama menggagas inkuiri sebagai langkah-langkah sistematis yang identik dengan metode ilmiah                      (Joyce, et al, 2000). Pendapat kedua menggagas inkuiri sebagai cara kerja yang tidak sepenuhnya sistematis sehingga tidak identik dengan metode ilmiah.
2.   Kemampuan Inkuiri Guru dalam Pembelajaran
Pengajaran kontruktivisme menghendaki guru tidak semata-mata sebagai orang yang meneruskan gagasan yang berupa konsep, prinsip atau teori kepada siswa tetapi sebagai orang yang mengarahkan dan mengembangkan   gagasan-gagasan yang telah ada pada diri siswa menjadi lebih luas dan mengurangi kesalahan-kesalahan konsepnya. Dalam hal ini guru diharapkan dapat mengetahui bagaimana para siswa memandang penomena yang menjadi subyek pengajaran, kemudian pelajaran dikembangkan dari gagasan-gagasan yang ada melalui langkah-langkah tertentu.
Menurut Dahar (1989) konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili satu kelas stimulus-stimulus. Suatu konsep telah dipelajari  bila yang diajarkan dapat menampilkan perilaku-perilaku tertentu. Sedangkan menurut Slameto (2003) bahwa penguasaan konsep, diartikan sebagai kemampuan siswa memahami makna ilmu pengetahuan secara ilmiah baik secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
inkuiri adalah suatu kegiatan atau penelaahan sesuatu dengan cara mencari kesimpulan, keyakinan tertentu melalui proses berpikir dan penalaran secara teratur, runtut dan bisa diterima oleh akal. Kegiatan inkuiri dapat dilakukan secara perorangan, kelompok ataupun seluruh kelas, baik dilakukan di dalam kelas ataupun di luar kelas. Inkuiri dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti diskusi antar siswa, tanya jawab antar guru dengan siswa, dan sebagainya. proses inkuiri sebagai aktivitas mengumpulkan dan mengolah data atau pengalaman dengan menggunakan cara-cara yang khusus. Proses inkuiri timbul dari sikap, nilai, dan pengetahuan inkuiri
Menurut (Haury dalam Wulan, 2007) pengajaran berorientasi inkuiri di sekolah  pada umumnya dapat meningkatkan kinerja siswa dalam keterampilan proses, keterampilan membuat grafik, dan menginterpretasikan data. Selain itu efektif dalam membantu perkembangan ilmu pengetahuan, pemahaman proses sains dan pemahaman konseptual. Kemampuan inkuiri guru merupakan standar penting yang menjadi tuntutan bagi pendidikan di sekolah. Inkuiri di kelas berarti merangsang dan menyokong semangat siswa untuk bertanya dan selalu ingin tahu. Kemampuan inkuiri guru di kelas memberikan fungsi dalam hal mengembangkan pemahaman sifat-sifat sains, mengembangkan keterampilan dan penggunaannya sebagai bekal meneliti gejala alam, sebagai model bagaimana cara mengetahui apa yang kita tahu tentang sains.
Guru yang baik selalu menyediakan lingkungan belajar bagi siswanya untuk berpikir secara efektif. Mendidik lebih dari sekedar mentransfer ilmu sehingga siswa hanya mampu sebatas mengetahui. Mengetahui itu mempunyai nilai yang lebih rendah dibanding dengan kemampuan menggunakan pengetahuannya dalam berpikir. Guru  telah lama menjadikan keterampilan berpikir ilmiah menjadi tujuan utama dalam pendidikan. Inkuiri ilmiah akan menghasilkan kemampuan untuk berpikir kritis dan berpikir ilmiah.
Ketika merencanakan program pembelajaran di sekolah, perIu diperhatikan pertanyaan berikut ini, apa tujuan dari program pembelajaran ini, baik untuk guru maupun siswa, strategi belajar yang bagaimana yang akan dilakukan untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan ini, bagaimana cara mengetahui bahwa baik guru maupun siswa telah mencapai tujuan dari pembelajaran tersebut. Tujuan proses pembelajaran tersebut mengungkap kemampuan inkuiri guru. Kemampuan inkuiri guru dalam proses pembelajaran antara lain:
Mengajukan pertanyaan; Kemampuan mengajukan pertanyaan dan mengidentifikasi penyelesaian masalah. Dalam pembelajaran seharusnya guru lebih banyak mengajukan pertanyaan open ended dan lebih banyak merangsang diskusi antar siswa. Keterampilan bertanya dan mendengarkan secara efektif, penting untuk keberhasilan mengajar. Kemampuan  mengajukan pertanyaan yang konsisten dengan konvensi dan proses pembelajaran harus dikembangkan secara khusus. Pentingnya pertanyaan di dalam inkuiri maka seharusnya guru sangat sensitif dengan tingkah laku pertanyaan siswa. Mereka seharusnya dianalisis secara teratur untuk menentukan kekuatan dan kelemahan pertanyaan mereka.
Menurut Uno (dalam Sanjaya 2006), jika guru mengharapkan siswanya aktif berpartisipasi dalam kelas, mereka harus dilibatkan dengan benar sejak awal pembelajaran. Dengan questioning siswa diajak untuk berpikir bersama-sama. Menurut Trowbridge, et at. (dalam Wulan, 2007) adalah bijak bila kita selalu menyiapkan serangkaian pertanyaan sebelum memasuki kelas yang berbasis inkuiri. Guru yang mengajarkan inkuiri harus tetap fleksibel, artinya walaupun dia telah menyiapkan beberapa pertanyaan ketika berhadapan dengan siswa dia harus bisa mengubah atau membuat pertanyaan baru sesuai dengan kondisi. Pertanyaan baru yang tidak direncanakan atau spontan ini awalnya terasa sulit tapi lama kelamaan akan mudah dilakukan. Sebelum menentukan pertanyaan yang akan diajukan ke hadapan siswa, perlu dipertimbangkan beberapa hal di antaranya ialah kemampuan yang ingin dikembangkan dari siswa, proses keterampilan berpikir kritis yang ingin diperoleh siswa, materi subjek yang ingin dikembangkan, dan jenis-jenis jawaban yang diharapkan muncul. Seorang guru yang berorientasi inkuiri jarang berceramah tetapi lebih sering bertanya, karena dengan bertanya guru membantu siswa menggunakan pikirannya. Dalam pembelajaran berbasis inkuiri questioning berfungsi untuk memotivasi siswa, menuntun atau mengarahkan siswa yang disebut sebagai fungsi manajerial, bisa juga berfungsi untuk diskusi.
Menurut Sanjaya (2006), dalam proses belajar mengajar, model pembelajaran apapun, bertanya merupakan kegiatan yang selalu tidak terpisahkan dalam proses belajar mengajar. Pertanyaan yang baik, memiliki dampak yang positif terhadap siswa, diantaranya:
  1. Dapat meningkatkan partisipasi siswa secara penuh dalam proses belajar mengajar
  2. Dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, sebab berpikir itu sendiri pada hakekatnya bertanya.
  3. Dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa, serta menuntun siswa untuk menentukan jawaban
  4. Memusatkan siswa pada masalah yang sedang dibahas
Kemampuan berpikir siswa yang diperoleh dari proses belajar mengajar antara lain dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengajukan pertanyaan. Kemampuan guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan dapat merangsang berpikir tingkat tinggi siswa.
Mengingat begitu pentingnya peranan bertanya dalam proses belajar mengajar terutama proses belajar sains, maka setiap guru harus memiliki keterampilan bertanya, agar kualitas proses belajar mengajar semakin baik. Pertanyaan itu banyak jenisnya, misalnya bisa dilihat dari maksud yang kita bertanya atau tingkat kesulitan pertanyaan yang diajukan dalam proses belajar mengajar.
Dilihat dari maksudnya,  pertanyaan terdiri dari:
a.     Pertanyaan permintaan (compliance question), yaitu pertanyaan yang mengandung unsur suruhan dengan harapan agar siswa dapat memenuhi perintah yang diucapkan, oleh karena itu pertanyaan ini tidak mengharapkan jawaban dari siswa, akan tetapi yang diharapkan adalah tindakan siswa.
b.     Pertanyaan retoris (rhetorical question), yakni jenis pertanyaan yang tidak menghendaki jawaban dari siswa, akan tetapi kita sendiri yang menjawabnya.
c.     Pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question), adalah pertanyaan yang ditujukan untuk menuntun proses berpikir siswa, dengan harapan siswa dapat memperbaiki atau menemukan jawaban yang lebih tepat dari jawaban sebelumnya.
d.     Pertanyaan menggali (probing question), adalah pertanyaan yang diarahkan untuk mendorong siswa agar dapat menambah kualitas dan kuantitas jawaban. Jenis pertanyaan ini sangat penting untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Merencanakan dan melaksanakan suatu percobaan sederhana; menurut NSTA & AETS (1998) dalam melaksanakan percobaan sederhana, guru menggunakan kelompok kecil untuk merangsang diskusi, meningkatkan penggunaan alat-alat sederhana, bertanggung jawab terhadap kelompok, meningkatkan kemampuan pelaksanaan penelitian di kelas. Melalui peranan tugas terstruktur dan tertulis hasil merangkum, latihan, dan diskusi maka pemahaman siswa akan meningkat.
Merencanakan inkuiri adalah kunci keberhasilan guru. Suatu model pembelajaran berbasis inkuiri diajukan oleh Donham dalam Alberta (2004) pada fase perencanaan, dimana fase ini siswa seharusnya memahami bahwa tujuan mendasar dari proses pembelajaran berbasis inkuiri adalah untuk mengembangkan keterampilan 'belajar untuk belajar'. Belajar berbasis inkuiri dimulai dengan minat atau keinginan tahu tentang suatu topik. Guru memberikan informasi dan latar belakang yang dapat memotivasi siswa. Siswa butuh pengetahuan dan pengalaman dari suatu topik dalam melakukan percobaan sederhana. Tahap perencanaan percobaan, siswa membentuk kelompok dengan anggota yang telah dibentuk.
Menggunakan perlengkapan dan alat-alat; Menurut NRC (2000) pada tahap ini guru memberikan bimbingan kepada siswa dalam kegiatan percobaan sederhana untuk mengembangkan kemampuan seperti mengobservasi, memotong, mengukur, menghubungkan, dan menggunakan KIT. Tahap pelaksanaan percobaan, siswa  merakit alat alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan percobaan sederhana. Dalam hal ini siswa mengembangkan kemampuan dalam melakukan mengukur dan menghubungkan alat yang digunakan sehingga dapat melakukan pengumpulan data, mengembangkan data untuk membuat suatu penjelasan dari hasil yang diperoleh.
Menggunakan data ; Setelah siswa mengumpulkan data maka siswa juga diasah keterampilannya dalam mengolah data dan menilai hasil untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang valid dan masuk akal. Menurut NSTA dan AETS (1998) siswa seharusnya diberi kesempatan untuk menganalisis data sehingga siswa dapat meningkatkan kreativitas dalam membuat suatu komunikasi seperti membuat tabel dan grafik.
Mengkomunikasikan hasil pengamatan; Dalam tahap ini kelompok mempersiapkan laporan tertulis untuk menjelaskan penelitian. Data yang dikumpulkan dianalisis secara sederhana, kemudian data tersebut dibuat dalam bentuk laporan, kemudian diberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan di kelas. Ketika kelompok telah yakin pengumpulan data yang dikumpulkan konsisten, siswa menganalisis data dan menggambarkan kesimpulan. Laporan yang dibuat dalam diskusi perlu mendapatkan tanggapan dan kritik dari teman-teman yang lain (NRC, 1996). Diskusi merupakan bagian integral dan mendasar dari beberapa penelitian inkuiri, dalam kesempatan ini siswa berdiskusi tentang apa yang mereka lakukan, apa yang mereka temukan dan apa yang mereka pikirkan dari hasil percobaan.
Menurut NRC (1996), dalam diskusi guru hendaknya mengasah kemampuan siswa dalam membahas hasil percobaan yang diikuti adu argumentasi di antara siswa, dan itu adalah puncaknya kemampuan inkuiri yang perlu dikembangkan pada siswa. Di dalam diskusi siswa akan mempelajari konsep yang lebih banyak. Guru harus memberikan kesempatan pada siswa untuk berbicara atau menuliskan apa yang ada dalam pemikiran mereka. Dibanding dengan ceramah, di dalam diskusi siswa akan belajar lebih banyak.
Di dalam diskusi yang baik guru mengatakan sesuatu yang menyebabkan terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa. Ketika terjadi respon siswa, guru hanya berbicara sedikit tapi guru melihat keseluruh kelas untuk melihat apakah ada siswa yang ingin memberikan respon. Dalam hal ini guru bertindak sebagai fasilitator, tidak boleh memotong pembicaraan siswa sebelum selesai mengeluarkan pendapatnya. Tabel berikut menyatakan kemampuan inkuiri dalam proses pembelajaran  di kelas.
Kemampuan
Pengembangan
1.   Mengajukan pertanyaan tentang objek, organisme dan kejadian yang ada dilingkungan. (merumuskan masalah)
.

a.   Adanya kegiatan merumuskan pertanyaan untuk diteliti misalnya:
§  Guru menyajikan  situasi yang dapat memunculkan masalah
§  Guru meminta siswa menjawab pertanyaan
§  Siswa menjawab pertanyaan dari guru

b.   Adanya perumusan hipotesis,misalnya
§  Guru menyajikan sebuah bentuk eksperimen dan siswa diminta untuk membuat hipotesisnya
§  Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan hipotesis.
§  Siswa mengajukan hipotesis terhadap permasalahan yang diajukan guru

2.   Merencanakan dan melaksanakan suatu percobaan sederhana
Adanya kegiatan melaksanakan percobaan sederhana misalnya:
§  Ada kegiatan observasi yang terstruktur.
§  Guru memberikan LKS kepada siswa
§  Siswa melaksanakan  percobaan  sesuai dengan LKS yang diberikan guru
§  Guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam percobaan sederhana

3.   Menggunakan perlengkapan dan alat-alat  sederhana secara tepat dalam   mengumpulkan dan penggunaan data
a.   Adanya kegiatan untuk mengembangkan kemampuan seperti mengobservasi, memotong, mengukur, menghubungkan, dan menggunakan KIT.
b.   Adanya kegiatan yang dilakukan siswa untuk menggunakan alat-alat sederhana untuk mengumpulkan data misalnya:
§  Mistar untuk mengukur panjang, tinggi dan kedalaman suatu benda.
§  Termometer untuk mengukur temperatur.
§  Menggunakan alat KIT lainnya. 
c.    Adanya kegiatan yang menggunakan alat hitung untuk mengolah data.
d.   Guru membantu siswa yang  mengalami kesulitan dalam menggunakan alat ukur dan alat hitung

4.   Menggunakan data untuk membuat suatu penjelasan
Adanya kegiatan penggunaan data untuk menjelaskan fenomena, seperti
1.    Adanya menggunakan pengetahuan dan bukti-bukti untuk mendukung penjelasan siswa
2.    Adanya kegiatan untuk memeriksa penjelasan siswa dengan pengetahuan, pengalaman dan hasil observasi orang lain

5.   Mengkomunikasikan hasil pengamatan penelitian
Adanya kegiatan mengkomunikasikan, mengkritisi dan menganalisis hasil karya sendiri dan karya orang lain baik secara lisan, gambar maupun tulisan;
1.    Adanya kegiatan menyampaikan hasil kerja kepada kelompok lain
2.    Adanya kegiatan yang disajikan dalam bentuk gambar, tulisan dan laporan
3.    Adanya kegiatan mengkritisi dan menganalisis pekerjaan orang lain
4.    Adanya kegiatan untuk menghargai pendapat orang lain.
5.    Guru mendorong siswa merefleksikan pemahaman melalui diskusi kelas
6.    Adanya kegiatan menyimpulkan hasil kerja

Tahapan inkuiri dalam proses belajar mengajar (dikutip dari NRC 2000)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan           : SDN
Mata Pelajaran                : Ilmu Pengetahuan Alam
Materi Pokok                             : Perubahan lingkungan fisik bumi
Kelas / Semester              : IV / II
Alokasi waktu                            : 2 x 35 menit (P1)

I.      STANDAR KOMPETENSI
Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan.


II.     KOMPETENSI DASAR
Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik  (angin, hujan, dan cahaya matahari).

III.    INDIKATOR
Ø Menjelaskan terjadinya hujan, angin, dan gelombang air laut.
Ø Menjelaskan manfaat hujan, angin, cahaya matahari dan gelombang air laut.

IV.   TUJUAN PEMBELAJARAN
1.  Siswa dapat menjelaskankan proses terjadinya hujan, angin, dan gelombang air laut.
2.  Siswa dapat menyebutkan manfaat hujan, angin, cahaya matahari dan gelombang air laut
V.     MATERI PEMBELARAN
Perubahan lingkungan fisik bumi


KEGIATAN PEMBELAJARAN
TAHAP PEMBELAJARAN
LANGKAH PEMBELAJARAN
INDIKATOR  KETERAMPILAN PROSES IPA
ALOKASI WAKTU            ( MENIT )





Fase 1
Mengajukan pertanyaan tentang objek, organisme dan kejadian yang ada di lingkungan (merumuskan masalah).








Fase 2
Merencanakan dan melaksanakan suatu percobaan sederhana.


Fase 3
Menggunakan perlengkapan dan alat-alat sederhana secara tepat  dalam mengumpulkan dan penggunaan data.

Fase 4
Menggunakan data untuk membuat suatu penjelasan.







Fase 5
Mengkomunikasikan hasil pengamatan penelitian.











Kegiatan Awal
·      Membuka pelajaran dengan mengucapkan                              salam dan menyiapkan siswa.
·      Guru berbicara tentang penyebab perubahan lingkungan sekitar seperti hujan.

Kegiatan Inti
·   Tanya jawab tentang terjadinya hujan, angin, dan gelombang angin laut.
·       Guru menyajikan masalah dan mengajukan pertanyaan.
1.    Keringkah kain yang basah bila dijemur pada cahaya matahari ?
2.     Bergerakkah perahu oleh angin?


Siswa menjawab pertanyaan sebagai jawaban  sementara (hipotesis).
Guru membagi siswa beberapa kelompok, masing-masing kelompok mendapat LKS.

·           Siswa melengkapi langkah-langkah percobaan yang akan dilakukan sesuai hipotesis dengan bimbingan guru.
·           Siswa melakukan percobaan untuk mendapatkan informasi dengan bimbingan guru.

·           Guru membantu dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan menggunakan alat.
·           Siswa mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil percobaan dan mengisikan dilembar pengamatan.


·      Siswa melakukan diskusi kelompok tentang hasil percobaan yang telah dilakukan untuk membuat suatu penjelasan atau laporan.
·      Siswa menggunakan pengetahuan dan bukti-bukti yang sudah di dapatkan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan dan mendukung penjelasan siswa.
·      Siswa membuat laporan atau penjelasan sesuai dengan proses inkuiri yang telah dilakukan walaupun hipotesis salah.


·      Menyampaikan hasil kerja kapada kelompok lain dalam bentuk laporan.
·      Siswa diperbolehkan bertanya, mengkritik dan menganalisis  pekerjaan kelompok lain.
·      Guru mendorong siswa merefleksikan pemahaman melalui diskusi kelas dan menghargai pendapat orang lain.
Siswa menyimpulkan hasil kerja tentang manfaat penyebab perubahan lingkungan fisik.
Kegiata Akhir
·      Simpulan : Hujan terjadi dari penguapan air oleh panas matahari, sedangkan angin terjadi karena bergeraknya udara, dan gelombang terjadi kerena persentuhan permukaan air laut dengan angin. Manfaat hujan:1.Untuk mengairi tanah pertanian 2. Sumber air bagi manusia, tumbuhan dan hewan. Manfaat angin:1.Untuk menjalankan kincir angin 2.Menggerakkan perahu nelayan 3.Membantu penyerbukan tumbuhan. Manfaat panas matahari: 1.Mengeringkan pakaian , padi, ikan dll, 2. Sumber cahaya 3. Membantu proses fotosintesis tumbuhan 4. Kompor matahari dll. Manfaat gelombang air laut: Untuk olahraga seperti selancar dan terbang layang.
·      Tindak lanjut : Untuk menambah pemahaman tentang manfaat hujan, angin, panas matahari dan gelombang air laut, lakukanlah percobaan lagi di rumah, jika belum paham tanyakan pada orang tua atau kakakmu.



Observasi





Membuat hipotesis








Merencanakan dan melaksanakan percobaan




Menggunakan alat dalam percobaan.




Interpretasi (menganalisis dan menyusun laporan).








Berkomunikasi





Membuat kesimpulan dan meluruskan hasil percobaan





VII.  MODEL, METODE
1. Model                            : Inkuiri terbimbing                   
2. Metode                : Tanya jawab, diskusi, eksperimen    

VIII.    ALAT/BAHAN DAN SUMBER
ALAT
·           LKS
·           Kertas karton, perahu mainan, wadah, air, sapu tangan.

        SUMBER
·    Kemala S. 2006. IPA untuk SD kelas IV. Jakarta; Yudistira.
·       Susanto P. 2007. IPA untuk SD Kelas IV. Klaten; Sahabat.
·           Abitur A. 2004. IPA untuk SD Kelas IV. Jakarta; Tropika.
·           Wahyono B. 2008. IPA untuk SD Kelas IV. Bogor; Ghalia.

IX.       EVALUASI
-      Teknik evaluasi   : Tertulis
-        Bentuk Evaluasi    : Obyektif/ Essay
-        Alat Evaluasi        : Pertanyaan/ soal

Mengetahui                                           Pekanbaru, 21 April 2010
Kepala sekolah                                               Guru Kelas


(                            )                             (                            )






BAB IX
INOVASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
1.   Pengertian dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif 
Pembelajaran secara kooperatif adalah belajar bersama-sama, saling membantu antara satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya. Falsafah yang mendasari model pembelajaran kooperatif adalah falsafah homo homini socius. Falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial, kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup.
Slavin (1995) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan kecil siswa yang bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab atas kelompoknya. Gilbert Macmillan (dalam Achyar, 1998) menyatakan bahwa keunggulan-keunggulan pembelajaran kooperatif diantaranya adalah memberi peluang pada siswa agar mau menggunakan dan membahas suatu pandangan, serta siswa memperoleh pengalaman kerjasama dalam merumuskan suatu pendapat kelompok. Marshal (1995) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai lingkungan belajar dalam kelas, dimana pelajar bersama-sama menyelesaikan tugasnya. Oleh sebab itu secara teoritis pembelajaran kooperatif membantu berkembangnya suasana kerjasama dalam kelas dan lebih banyak persaingan karena pelajar masuk dalam suasana belajar yang lain.
Tidak semua belajar kelompok bisa dianggap sama dengan model pembelajaran kooperatif. Roger dan David Johnson mengemukakan lima unsur pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan belajar kelompok biasa, yaitu:
1.    Saling ketergantungan positif
2.    Tanggung jawab perseorangan
3.    Tatap muka
4.    Komunikasi antaranggota
5.    Evaluasi proses kelompok
Untuk memenuhi kelima unsur tersebut dibutuhkan proses yang melibatkan niat dan kiat (will and skill) para anggota kelompok. Dalam mengembangkan niat dan kiat serta interaksi antarsiswa dalam pembelajaran kooperatif, ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif, yakni: pengelompokan, semangat pembelajaran kooperatif dan pengelolaan kelas.
Sehubungan dengan pengelompokan, pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada kelompok yang heterogen. Kelompok yang heterogen memberikan beberapa keuntungan, yaitu: pertama, memberikan kesempatan untuk saling mendukung. Kedua, meningkatkan relasi dan interaksi sesama siswa. Ketiga, memudahkan pengelolan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap kelompok.
Terdapat enam langkah utama di dalam pembelajaran kooperatif.
Langkah-langkah
Tingkah laku guru
Fase 1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut  dan memotivasi siswa untuk belajar.
Fase 2. Menyajikan informasi dalam bentuk demonstrasi atau melalui bahan bacaan.
Guru menyajikan informasi pada siswa dalam bentuk demonstrasi atau melalui bahan bacaan.
Fase 3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
Guru membimbing kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas
Fase 5. Evaluasi


Guru mengevaluasi tentang apa yang sudah dipelajari sehingga masing-masing kelompok mempresentasikan hasil  kerjanya.
Fase 6. Memberikan penghargaan baik secara kelompok maupun individu.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar baik secara kelompok maupun individu.

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Ada empat pendekatan yang harus menjadi bagian guru diantaranya
  1. Student Teams Achievement Divisions (STAD). STAD merupakan pendekatan yang paling sederhana dan paling mudah dalam pembelajaran koperatif. 
  2. Think-Pair-Share (TPS).TPS atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
Langkah-langkah TPS
Langkah-langkah
Tingkah laku guru
Fase I. Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan sebuah pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan meminta siswa-siswanya untuk menggunakan waktu satu menit untuk memikirkan sendiri tentang jawaban untuk isu tersebut. Siswa perlu diajari bahwa berbicara tidak menjadi bagian dari waktu berpikir.
Fase II. Berpasangan (Pairing)
Setelah itu guru meminta siswa untuk berpasangan-pasangan dan mendiskusikan segala yang sudah mereka pikirkan. Interaksi selama periode ini dapat berupa saling berbagai jawaban bila pertanyaan yang diajukan atau berbagi ide bila sebuah isu tertentu diidentifikasi.biasanya guru memberikan waktu lebih dari empat atau lima menit untuk berpasangan.
Fase III. Berbagi (Sharing)
Dalam langkah terakhir ini guru memnta pasangan-pasangan siswa untuk berbagi sesuatu yang sudah dibicarakan bersama pasangan-pasangannya masing-masing,dengan seluruh kelas. Lebih efektif bagi guru untuk berjalan mengelilingi ruangan, dari satu pasangan kepasangan lain sampai sekitar seperempat atau separuh pasangan berkesempatan melaporkan hasil diskusi mereka.

  1. Numbered Heads Together (NHT). NHT atau penomoran berpikir bersama merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.
Langkah-langkah
Tingkah laku guru
Fase I. Numbering
Guru membagi siswa menjadi beberapa tim beranggota tiga sampai lima orang dan membri nomor sehingga setiap siswa pada masing-masing tim memiliki nomor antara 1 sampai 5
Fase II. Questioning
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan bisa bervariasi. Pertanyaan itu bisa sangat spesifik dan dalam bentuk pertanyaan, seperti “ada beberapa negara bagian dalam uni eropa?” mereka juga bisa direktif seperti pastikan bahwa setiap orang mengetahui ibukota negara-negara yang batas-batasnya ada disamudra pasifik.
Fase III. Heads Together
Siswa menyatukan “kepalanya”untuk menemukan jawabannya dan memastikan bahwa semua orang tahu jawabannya.
Fase IV. Answering
Guru memanggil sebuah nomor dan siswa dari masing-masing kelompok yang memiliki nomor itu mengangkat tangannyadan memberikan jawabannya kehadapan seluruh kelas.

d.   Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dikembangkan oleh Aronson et al. dan kemudian diadaptasi oleh Slavin (Slavin, 1995). Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama temannya dalam menggali informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan langkah-langkah dalam pembelajaran di kelas. Anita Lie (2005) mengemukakan langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, yang terdiri :
1.    Guru membagi bahan pelajaran yang akan diberikan pada setiap siswa
2.    Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas
3.    Siswa dibagi dalam kelompok beranggotakan 4-5 orang
4.    Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua, demikian seterusnya
5.    Siswa ditugaskan mengerjakan bagian mereka masing-masing
6.    Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini siswa saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya
7.    Diakhir kegiatan, dilakukan diskusi mengenai topik pelajaran yang dibahas pada hari itu. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.
Selanjutnya Slavin (1995) mengemukakan aktivitas-aktivitas pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yaitu:
1.    Membaca. Siswa memperoleh topik-topik permasalahan untuk dibaca, sehingga mendapatkan informasi dari permasalahan tersebut.
2.    Diskusi kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatkan topik permasalahan yang sama bertemu dalam satu kelompok (kelompok ahli) untuk mendiskusikan topik tersebut.
3.    Laporan kelompok. Ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan hasil diskusinya kepada anggota kelompoknya masing-masing.
4.    Kuis. Siswa memperoleh kuis secara perorangan yang mencakup semua topik permasalahan.
5.    Perhitungan skor kelompok dan menentukkan penghargaan kelompok.
Dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang menonjol adalah adanya kerjasama  kelompok dalam memahami atau mempelajari suatu materi yang berbeda-beda. Jonhson & Jonhson (Tim Urge, 2000) mengemukakan model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yaitu; (1) kemampuan akademik, (2) penerimaan perbedaan individu, (3) pengembangan keterampilan sosial. Dari hasil analisis penulis terhadap hasil penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan berdasarkan hasil wawancara dengan guru fisika, didapat bahwa pelaksanaan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw di kelas terdapat beberapa kelemahan sebagai berikut:
1.    Siswa tidak terbiasa dengan teknik pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
2.    Alokasi waktu kurang mencukupi karena adanya perpindahan siswa dari kelompok asal ke kelompok ahli dan dari kelompok ahli ke kelompok asal serta ada tahap penjelasan ahli pada kelompok asal, diskusi kelompok ahli dan diskusi kelompok asal.
3.    Pada waktu diskusi di kelompok ahli ada beberapa siswa yang mendominasi kegiatan diskusi sedangkan siswa lain hanya mendengarkan dan mencatat.
4.    Tidak semua siswa melaksanakan kewajibannya untuk menjelaskan hasil pekerjaannya dalam kelompok ahli kepada anggota kelompok asal
5.    Masih ada siswa yang kurang bertanggung jawab, khususnya saat diskusi kelompok asal. 
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebagai berikut:
Tabel  Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
Fase-fase
Tindakan guru
Rincian Kegiatan





Tahap Pertama



Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan tugas-tugas dan membentuk kelompok-kelompok diskusi sesuai dengan karakteristik kooperatif tipe Jigsaw
-    Melakukan apersepsi mengenai materi.
-    Memberikan motivasi dan mengarahkan siswa pada masalah.
-    Guru memaparkan pokok-pokok materi secara singkat
-    Guru memberi tugas pada setiap siswa dikelompok asal.
-    Siswa yang mendapat materi yang sama berkumpul dalam satu kelompok ahli
-    Secara berkelompok (kelompok ahli), siswa mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru


Tahap Kedua






Guru sebagai motivator, fasilitator dan nara sumber 



-    Setiap siswa dikelompok ahli melakukan eksperimen sesuai tugas yang ada dalam LKS untuk memecahkan materi tugasnya
-    Setelah melakukan eksperimen, setiap siswa di kelompok ahli saling berdiskusi mengenai hasil yang diperoleh.

Tahap Ketiga


Guru memotivasi siswa agar saling membantu dan membelajarkan

-      Setelah mendiskusikan hasil eksperimen di kelompok ahli masing-masing siswa kembali pada kelompok asal untuk menyampaikan hasil diskusinya kepada temannya di kelompok asal.
-      Guru memberi waktu untuk diskusi kelas secara umum

Tahap Keempat

Guru memberikan kuis, untuk memantau hasil belajar siswa
Teknik pengerjaan kuis dilakukan secara individu dan tidak boleh bekerjasama

Tahap Kelima

Guru menjelaskan tehnik pemberian skor individu dan kelompok agar siswa termotivasi
Melakukan perhitungan skor diluar jam pelajaran
Tahap Keenam

Guru mengulas kembali materi yang telah dibahas
Memberikan tugas (PR)






















BAB X
KONSEP PEMBELAJARAN ELEKTRONIK LEARNING
Kemajuan teknologi informasi banyak membawa dampak positif bagi kemajuan dunia pendidikan dewasa ini. Khususnya teknologi komputer dan internet, baik dalam hal perangkat keras maupun perangkat lunak, memberikan banyak tawaran dan pilihan bagi dunia pendidikan untuk menunjang proses pembelajaran. Keunggulan yang ditawarankan bukan saja terletak pada faktor kecepatan untuk mendapatkan informasi namun juga fasilitas multimedia yang dapat membuat belajar lebih menarik, visual dan interaktif. Sejalan dengan perkembangan teknologi internet, banyak kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi ini.
Dengan adanya perkembangan dalam bidang pembelajaran sebagai mana diuraikan diatas maka proses pembelajaran tradisional-konvesional yang terjadi dalam ruangan kelas, pada eradesentralisasi dan globalisasi saat ini pelan namun pasti akan mengalami mulai kehilangan bentuk. Di samping itu, dalam kenyataanya pada skala yang lebih besar, kegiatan belajar tradisional-konvensional membuntuhkan biaya yang cukup besar dalam penyiapan infrastrukturnya (ruangan, laboratorium, perpustakaan, meubel, media pembelajaran, dan lain-lain). Dengan kondisi seperti itu, maka dewasa ini banyak bisa penyelenggara pendidikan mulai melirik penerapan konsep distance learning sebagai alternatif pembelajaran yang dianggap lebih efektif dan efesien, terutama sekali sebagai pengaruh munculnya pekembangan yang sangat pesat yang terjadi dalam bidang teknologi telekomunikasi dan teknologi informasi. Berbagai teknologi dan aplikasi tercipta dalam upaya mendukung kegiatan operasional kehidupan manusia maupun organisasi, termasuk kegiatan belajar dan mengajar.
  1. Pengertian teknologi dan informasi dalam pembelajaran.
Istilah teknologi informasi lahir pada abad ke 20 yang diawali dengan terbentuknya masyarakat informasi. Istilah teknologi informasi yang menggunakan kata informasi, pada dasarnya sangat berkaitan dengan istilah TK (teknologi Komunikasi) yang dikenal lebih dahulu. Kita melihat ada teknologi komunikasi yang berfungsi sebagai penyaluran informasi, ada juga teknologi informasi sebagai penyimpan dan pengelola informasi. Fungsi yang terakhir adalah menyebabkan orang menyebutnya teknologi komunikasi sebagai teknologi dan informasi.
Menurut Ricard Weiner dalam Webster New Dictiory and Communicasions disebutkan bahwa teknologi informasi adalah pemrosesan, pengeolahan dan penyebaran sata oleh kombinasi komputer dan telekomunikasi. Teknologi informasi lebih kepada pengerjaan terhadap data. TI menitik beratkan perhatian beratkan perhatiannya kepada bagaimana data diolah dan diproses dengan menggunakan komputer dan telekomunikasi.
Dengan demikian semakin jelas bahwa kelahiran istilah TI disadari perkembangan teknologi penggolahan data. Apabila teknologi komunikasi merupakan alat untuk menambahkan kemampuan orang berkomunikasi, maka teknologi informasi  adalah pengerjaan data oleh komputer dan telekomunikasi. Pemisahan istilah ini secara moderat ditujukan oleh organisasi sarjana komunikasi internasional yang mengelompokkan sarjana komunikasi yang menekuni bidang teknologi informasi  dalam difinisi “Communication and Technology”, sedangkan sarjana komunikasi yang menekuni teknologi informasi  dikelompokakn kedalam devisi sistem informasi (Abrar,2001).
Dalam konteks yang lebih luas, teknologi informasi  merangkum semua aspek yang berhubungan dengan mesin komputer dan komunikasi dan teknik yang digunakan untuk menangkap, mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi, menghantar dan mempersembahkan suatu bentuk informasi yang besar. Komputer yang mengendalikan semua bentuk idea dan informasi memainkan peranan yang sangat penting (Munir, 2004).
Pada awalnya teknologi informasi  diartikan sebagai perangkat keras dan lunak untuk melaksanakan satu atau sejumlah tugas pemerosesan data (Alter dalam Syam, 2004). Namun dalam perkembanganya mendapat respon yang lebih luas, dengan demikian segala bnetuk teknologi yang diimplementasikan untuk proses dan mengirim informasi dalam bentuk elektronik, software pemroses transaksi perangkat lunak untuk lembar kerja, peralatan yang dikomunikasi serta jaringan termasuk pada wilayah teknologi informasi. Everett M. Roger dalam Syam(2004) menempatkan teknologi informasi bukan hanya sebagai sarana fisik, namun dapat berfungsi sebagai yang merumuskan nilai-nilai sosial bagi para pemakainya.
Terdapat beberapa pandangan yang mengarah kepada definisi E-Learning diantaranya :
1.    E-Learning adalah konvergensi antara belajar dan internet (Bank of America Securities)
2.     E-Learning menggunakan kekuatan dan jalinan kerja, terutama terjadi dalam teknologi internet, tetapi juga dapat terjadi dalam jalinan kerja stelit dan pemuasan digital untuk keperluan pembelajaran (Ellit Tronsen).
3.    E-Learning adalah penggunaan jalinan kerja teknonogi untuk mendesian, mengirim, memilih, mengorganisir pembelajaran (Ellit Masie).
4.    E-Learning adalah pembelajaran yang dapat terjadi di internet (Cisco System).
5.    E-Learning adalah dinamik, beroprasi pada waktu yang nyata, kolaborasi, individu, konprehensif (Greg Priest).
6.    E-Learning adalah pengiriman sesuatu melalui media elektronik termasuk internet, internet extranet, satelit broadcast, audio/video tape, televisi interaktif dan cd-rom (Cornelia Weagen).
7.    E-Learning adalah keseluruhan variasi internet dan teknologi web untuk membuat, mengirim, dan menfasilitasi pembelajaran ( Robert Peterson dan Piper Jafray)
8.    E-Learning menggunakan kekuatan dan jalinan kerja untuk pembelajaran dimanapun dan apapun (Arista Knowledge System).  
Pada akhirnya elektronik learning dapat didefinisikan sebagai upaya menghubungkan pembelajar yang secara fisik terpisah atau bahkan berjauhan. Interaktivitas dalam hubungan tersebut dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.