Kiprah Pemuda,
dan Nasionalisasi Aset Budaya
Dialektika tentang kiprah pemuda dan nasionalisasi budaya
sama artinya ketika kita membicarakan hal yang erat kaitannya dengan masa depan
keragaman budaya. pokok pembahasan ini menjadi suatu hal yang sangat penting di
tengah gejolak berbagai pengklaiman budaya yang kerap dilakukan oleh negara asing.
Seperti yang terjadi pada kasus terakhir ini, tepatnya pada bulan Juni 2012
lalu, Malasyia mengklaim budaya milik Indonesia yang berasal dari Provinsi
Sumatera Utara yaitu tari tor-tor dan gordang sembilan. Kejadian ini menuai
banyak kecaman dari semua lapisan masyarakat. Berbagai aksi di gencarkan oleh
semua kalangan, seperti pemasangan spanduk, poster bahkan plank-plank berisikan
kecaman yang membahana di seantero kota di Indonesia. Anehnya, ketika semua
peristiwa ini terjadi masing-masing kita
sibuk membela diri, melemparkan tanggung jawab dan mencari pembenaran diri.
Lantas siapa yang bertanggung jawab terhadap nasionalisasi aset budaya kita ?
Kita tahu bahwa nasionalisasi
merupakan manifestasi kesadaran nasional yang mengandung cita-cita untuk
membangun bangsa dan negara. Sebagai warga negara Indonesia, sudah tentu merasa
bangga dan mencintai bangsa dan negara Indonesia. Hal ini senada dengan pandangan
Prof. Sartono Kartodirdjo yang mengungkapkan bahwa nasionalisasi merupakan
pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, sekaligus
menghormati bangsa lain.
Nasionalisasi aset
budaya mutlak diperlukan guna menjadikan budaya sebagai warisan nenek moyang. Kita
semua tidak pernah tahu kapan Riau akan bernasib sama dengan peristiwa yang
telah dipaparkan di atas, keanekaragaman budaya yang melekat pada provinsi Riau,
membuat kita harus lebih waspada dalam menyikapi kasus pengklaiman yang marak
terjadi. Sebelum Riau hanya tinggal nama, lewat tulisan ini, penulis ingin
memberikan suatu kontribusi pemikiran yang dapat dijadikan alternatif solusi
untuk menanggulangi lemahnya perlindungan kebudayaan negeri.
Dalam proses
ekspansi budaya melayu, tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan pemuda menjadi
harapan bagi masyarakat dalam mengembangkan budaya yang ada di sekitar. Pemuda
yang berperan sebagai generasi pembaharu, sudah selayaknya memikirkan perbaikan
kedepan mengenai pencatatan berbagai budaya melayu yang ada di Riau. Meskipun
berbagai agenda telah dilakukan seperti pemilihan Bujang Dara Riau sebagai
simbol pemuda melayu, namun perhatian agenda ini hanya terfokus kepada
seremonial belaka, kita bisa melihat pemilihan ini seolah hanya sekedar formalitas
penunjukkan ikon budaya yang kemudian musnah begitu saja. Lantas dimana letak
kiprah pemuda dalam nasionalisasi aset budaya ini? Pemuda dengan berbagai
karakternya memiliki peranan penting dalam membumikan budaya melayu. Beberapa
pemuda yang patut di jadikan sebagai pelopor adalah pemuda yang memiliki
karakter sebagai berikut; 1) Idealisme yaitu memiliki cita-cita ke arah
kemajuan; 2) Objektif yaitu adil dalam penilaian; 3) Kritis yaitu sikap yang
tajam dan teliti dalam menanggapi realitas yang ada; 4) Ilmiah yaitu memiliki
nalar rasionalitas secara sistematis; 5) Progresif yaitu memiliki pemikiran
yang maju secara cepat. Karakter tersebut adalah cerminan pemuda yang nantinya
dapat memaksimalkan kiprahnya dalam memperjuangkan nasionalisasi aset budaya
melalui berbagai tindakan positif yang dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari.
Nasionalisasi
budaya tidak harus mengeluarkan banyak
biaya untuk mengadakan kegiatan yang kurang bermanfaat. Cukuplah para pemuda
memperhatikan kiprahnya sebagai wujud rasa cinta kepada budaya dengan
mengedapkan sikap sebagai berikut :
1.
Sebagai Agent Of
Change pemuda harus senantiasa memaknai sebuah nasionalisme. Jangan pernah
tinggalkan budaya. Karena budaya adalah cerminan prilaku kita sehari- hari. Budaya
melayu yang sopan dan agamis menjadi sebuah hal yang sangat arif kita lakukan
sebagai cerminan seorang pemuda yang memegang prinsip budaya melayu.
2.
Sebagai Iron
Stock, seorang pemuda harus berani bermimpi, hingga membuahkan hasil yang
spektakuler. Sama halnya dengan Indonesia dalam konteks negara. Indonesia
memiliki potensi meskipun juga terbelit dengan begitu banyak masalah
multidimensi. Kita harus optimis dan berani bermimpi, bahwa kita mampu menjadi provinsi
besar di kemudian hari sebagaimana visi yang di usung Provinsi Riau Tahun 2020
“Terwujudnya Provinsi Riau sebagai Pusat
Perekonomian dan Kebudayaan Melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis,
sejahtera lahir dan bathin, di Asia Tenggara Tahun 2020”
3.
Sebagai Sosial
Control hendaknya pemuda selalu berpikir Just be yourself. Kita tak harus menjadi orang lain
untuk menjadi berguna bagi masyarakat dan memperjuangkan budaya kita. Just be you: Kenali diri, gali
potensi dan maksimalkan sosok berpotensi yang harus tumbuh dan berkembang di
semua lini kehidupan sebagai tiang penyangga yang akan membangun “mimpi besar” mewujudkan
nasionalisasi aset budaya di Riau.
4.
Pemuda harus think
globally, act locally. Berpikir
global dan menyeluruh, namun bertindaklah yang mencerminkan budaya lokal.
Karena budaya merupakan cerminan jati diri kita. Dengan bertindak lokal,
tentunya orang akan menilai indahnya bertindak dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
budaya.
5.
Kiprah yang terakhir adalah forward looking atau berpikir
jauh ke depan dan merencanakan apa yang akan kita lakukan satu atau tiga bahkan
beberapa tahun ke depan.
Kelima kiprah yang
telah dipaparkan diatas dapat dijadikan cerminan pemuda masa kini sebagai
pelopor nasionalisasi aset budaya, karena
jika kelima peran tersebut dapat dikerjakan dan dipahami dengan baik
oleh setiap pemuda, maka kejayaan dan kearifan budaya lokal senantiasa tetap
terjaga dan terhindar dari pengklaiman negara asing. Subbanul yaum Rijalul Ghoda’ atau pemuda hari ini cermin masa yang
akan datang.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar