Total Tayangan Halaman

Sabtu, 23 November 2013

KIprah Pemuda dan Nasionalisasi Aset Budaya


Kiprah Pemuda, dan Nasionalisasi Aset Budaya

Dialektika  tentang kiprah pemuda dan nasionalisasi budaya sama artinya ketika kita membicarakan hal yang erat kaitannya dengan masa depan keragaman budaya. pokok pembahasan ini menjadi suatu hal yang sangat penting di tengah gejolak berbagai pengklaiman budaya yang kerap dilakukan oleh negara asing. Seperti yang terjadi pada kasus terakhir ini, tepatnya pada bulan Juni 2012 lalu, Malasyia mengklaim budaya milik Indonesia yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara yaitu tari tor-tor dan gordang sembilan. Kejadian ini menuai banyak kecaman dari semua lapisan masyarakat. Berbagai aksi di gencarkan oleh semua kalangan, seperti pemasangan spanduk, poster bahkan plank-plank berisikan kecaman yang membahana di seantero kota di Indonesia. Anehnya, ketika semua peristiwa ini terjadi masing-masing  kita sibuk membela diri, melemparkan tanggung jawab dan mencari pembenaran diri. Lantas siapa yang bertanggung jawab terhadap nasionalisasi aset budaya kita ?
Kita tahu bahwa nasionalisasi merupakan manifestasi kesadaran nasional yang mengandung cita-cita untuk membangun bangsa dan negara. Sebagai warga negara Indonesia, sudah tentu merasa bangga dan mencintai bangsa dan negara Indonesia. Hal ini senada dengan pandangan Prof. Sartono Kartodirdjo yang mengungkapkan bahwa nasionalisasi merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, sekaligus menghormati bangsa lain.
Nasionalisasi aset budaya mutlak diperlukan guna menjadikan budaya sebagai warisan nenek moyang. Kita semua tidak pernah tahu kapan Riau akan bernasib sama dengan peristiwa yang telah dipaparkan di atas, keanekaragaman budaya yang melekat pada provinsi Riau, membuat kita harus lebih waspada dalam menyikapi kasus pengklaiman yang marak terjadi. Sebelum Riau hanya tinggal nama, lewat tulisan ini, penulis ingin memberikan suatu kontribusi pemikiran yang dapat dijadikan alternatif solusi untuk menanggulangi lemahnya perlindungan kebudayaan negeri.
Dalam proses ekspansi budaya melayu, tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan pemuda menjadi harapan bagi masyarakat dalam mengembangkan budaya yang ada di sekitar. Pemuda yang berperan sebagai generasi pembaharu, sudah selayaknya memikirkan perbaikan kedepan mengenai pencatatan berbagai budaya melayu yang ada di Riau. Meskipun berbagai agenda telah dilakukan seperti pemilihan Bujang Dara Riau sebagai simbol pemuda melayu, namun perhatian agenda ini hanya terfokus kepada seremonial belaka, kita bisa melihat pemilihan ini seolah hanya sekedar formalitas penunjukkan ikon budaya yang kemudian musnah begitu saja. Lantas dimana letak kiprah pemuda dalam nasionalisasi aset budaya ini? Pemuda dengan berbagai karakternya memiliki peranan penting dalam membumikan budaya melayu. Beberapa pemuda yang patut di jadikan sebagai pelopor adalah pemuda yang memiliki karakter sebagai berikut; 1) Idealisme yaitu memiliki cita-cita ke arah kemajuan; 2) Objektif yaitu adil dalam penilaian; 3) Kritis yaitu sikap yang tajam dan teliti dalam menanggapi realitas yang ada; 4) Ilmiah yaitu memiliki nalar rasionalitas secara sistematis; 5) Progresif yaitu memiliki pemikiran yang maju secara cepat. Karakter tersebut adalah cerminan pemuda yang nantinya dapat memaksimalkan kiprahnya dalam memperjuangkan nasionalisasi aset budaya melalui berbagai tindakan positif yang dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari.
Nasionalisasi budaya tidak harus mengeluarkan  banyak biaya untuk mengadakan kegiatan yang kurang bermanfaat. Cukuplah para pemuda memperhatikan kiprahnya sebagai wujud rasa cinta kepada budaya dengan mengedapkan sikap sebagai berikut :
1.      Sebagai Agent Of Change pemuda harus senantiasa memaknai sebuah nasionalisme. Jangan pernah tinggalkan budaya. Karena budaya adalah cerminan prilaku kita sehari- hari. Budaya melayu yang sopan dan agamis menjadi sebuah hal yang sangat arif kita lakukan sebagai cerminan seorang pemuda yang memegang prinsip budaya melayu.
2.      Sebagai Iron Stock, seorang pemuda harus berani bermimpi, hingga membuahkan hasil yang spektakuler. Sama halnya dengan Indonesia dalam konteks negara. Indonesia memiliki potensi meskipun juga terbelit dengan begitu banyak masalah multidimensi. Kita harus optimis dan berani bermimpi, bahwa kita mampu menjadi provinsi besar di kemudian hari sebagaimana visi yang di usung Provinsi Riau Tahun 2020 “Terwujudnya Provinsi Riau sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan bathin, di Asia Tenggara Tahun 2020”
3.      Sebagai Sosial Control hendaknya pemuda selalu berpikir  Just be yourself. Kita tak harus menjadi orang lain untuk menjadi berguna bagi masyarakat dan memperjuangkan budaya kita. Just be you: Kenali diri, gali potensi dan maksimalkan sosok berpotensi yang harus tumbuh dan berkembang di semua lini kehidupan sebagai tiang penyangga yang akan membangun “mimpi besar” mewujudkan nasionalisasi aset budaya di Riau.
4.      Pemuda harus  think globally, act locally. Berpikir global dan menyeluruh, namun bertindaklah yang mencerminkan budaya lokal. Karena budaya merupakan cerminan jati diri kita. Dengan bertindak lokal, tentunya orang akan menilai indahnya bertindak dengan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya.
5.      Kiprah yang terakhir adalah forward looking atau berpikir jauh ke depan dan merencanakan apa yang akan kita lakukan satu atau tiga bahkan beberapa tahun ke depan.
Kelima kiprah yang telah dipaparkan diatas dapat dijadikan cerminan pemuda masa kini sebagai pelopor nasionalisasi aset budaya, karena  jika kelima peran tersebut dapat dikerjakan dan dipahami dengan baik oleh setiap pemuda, maka kejayaan dan kearifan budaya lokal senantiasa tetap terjaga dan terhindar dari pengklaiman negara asing. Subbanul yaum Rijalul Ghoda’ atau pemuda hari ini cermin masa yang akan datang.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar